Malam Di Jakarta


Waktu sudah hampir menunjukan tangah malam namun bocah sialan itu belum juga datang menjeputku. Aku hanya duduk sendiri disebuah halte yang gelap tanpa lampu, berharap tidak ada hal buruk terjadi padaku. Tidak!? Aku
tidak takut hantu. Jangan berfikir aku orang yang penakut! Yang kutakutkan adalah bila ada preman atau sejenisnya mendatangiku. Bukanya aku tidak berani pada mereka, hanya saja aku sedang lelah dan kondisiku sekarang tidak memungkinkan buatku untuk melakukan semacam perkelahian. Dan aku juga tidak suka bila ada tikus. Ingat!? Tidak suka, bukan takut. Karena aku adalah pemberani.
          
           Malam ini aku sampai di Ibu kota negaraku. Aku harus merantau pergi dari kampung indahku untuk melanjutkan pedidikanku disini. Entah kenapa kedua orang tuaku ingin aku kuliah disini untuk menyususul sepupuku yang telah lebih dulu hidup di kota yang tidak pernah tidur ini.

           “Woy, nglamun aja loe!?”. Aku dikagetkan oleh suara yang tidak asing. “Nglamun? Aku nungguin koe hampir 2 jam!!”. Bocah sialan itu malah tertawa. “hahahaha…. Sory bro, macet.. ya begini ini Jakarta”. Setelah itu kami pulang bersama mengendarai motornya menyusuri kotak jakarta yang tetap germerlap bagai langit penuh bintang di waktu menjelang pagi ini. Bahkan jalanan tetap ramai, bahkan lebih ramai dari kampungku walau dipagi hari.
         
             Aku berfikir apa yang dilakukan orang-orang ini? Kapan waktu mereka tidur? Dan tempat ini terlalu panas untuk ukuran malam hari. Kemana perginya angin malam yang semilir menyejukan jiwa dan hati?

Saudaraku memacu motornya dengan perlahan. Aku tahu dia memberiku kesampatan untuk menikmati kota ini. Namun dari pada menikmatinya, dalam benakku justru dipenuhi dangan lebih banyak tanda tanya. Kenapa? Bagaiman? Siapa? Apa? Kapan? Dan kata-kata tanya lain mengusik pikiranku.

Lewat di kolong jembatan aku melihat gelandangan-gelandangan yang sangat memprihantikan keadaanya, bahkan keadaanya lebih mengenaskan dari pengemis dikampungku. Setidaknya mereka punya sebuah gubuk untuk ditinggali. Bagaimana mungkin tempat ini bisa menjadi tujuan utama orang-orang yang ingin menyejahterakan hidupnya jika yang ada disini saja banyak hidupnya jauh dari kriteria sejahtera? Keraguan untuk hidup di kota ini mulai memudarkan semangatku.

Motor berhenti disebuah bangunan yang tinggi dan terdiri dari banyak kamar-kamar yang berjajar. Dan kami memasuki sebuah kamar dengan pintu yang bertulisakan nomer 12, yang berda di lantai 3. “ini kos mu to? Koe hidup disini?”. Aku memandang saudaraku. “lo gak akan nemuin suasana seperti hidup di istana ketika tinggal disini. Istana hanya milik mereka berhasil menaklukan lingkungan dan orang lain. Disini orang lain harus ditaklukan agar tidak terlebih dulu ditaklukan. Tidak seperti di kampung kita dulu bersama-sama hidup berdampingan dengan rukun.”

Aku tidak pernah mengerti bagaimana orang tuaku berfikir bahwa kota ini adalah tempat yang paling tepat untuk sukses. Dan aku tidak tahu hal apa lagi yang kutemukan esok pagi. Tapi yang jelas aku ragu kalau  tempat ini adalah tempat yang nyaman. Malam ini aku memejamkan mata dan berharap ini semua hanya mimpi. Dan pada saat membuka mata nanti aku berada di kamar kecil beraromakan kotoran ayam, bukan di kamar yang beraroma air selokan. Lalu saat membuka pintu kamar aku masih berada di kampungku.

Penulis : AXNY'Z WORLD ~ Sebuah blog yang menyediakan berbagai macam informasi

Artikel Malam Di Jakarta ini dipublish oleh AXNY'Z WORLD pada hari . Semoga artikel ini dapat bermanfaat.Terimakasih atas kunjungan Anda silahkan tinggalkan komentar.sudah ada 0 komentar: di postingan Malam Di Jakarta
 

0 komentar:

Posting Komentar